Accidental Trip

Beberapa hari sebelum berada di bunker

Langit berwarna kelabu. Tengah hari yang tidak panas dan membuat malas. Aku berjuang menggali inspirasi untuk menulis novelku. Entah akan ada penerbit yang melirik atau tidak, aku tetap menuliskannya. Seharusnya hari ini aku dan Robin pergi ke Lombok. Seharusnya. Ya, seharusnya begitu. Sebelum pada akhirnya dia meneleponku, bahwa ada pekerjaan mendadak di sela-sela liburnya. Dan dia pergi ke Jakarta, dan aku tetap di rumah ini.

Hampir satu jam aku mencoba menuliskan apa saja yang ada di otakku. Tapi aku tak bisa. Hatiku terlalu kesal. Otakku terlalu merasa pepat. Akhirnya lembar M.Word aku tutup dan berganti berselancar di dunia maya. Aku mulai mengetikkan kata ‘Lombok’ lalu mengenter. Aku melihat foto-foto pemandangan pantai yang indah. Lalu aku berpaling dan mengetikkan ‘Flores’ dan muncullah foto-foto pantai serta kadal raksasa komodo yang endemik. Aku berpikir sejenak, aku akan tetap pergi. Bukan ke Lombok, tapi ke Flores. Meskipun sendiri, aku tak peduli. Dan aku tak akan memberitahu Robin. Batinku berteriak, ‘’Kalau kau bisa menjadi seorang yang workaholic, aku bisa menjadi orang yang tourismholic.’’

Aku mengambil ranselku. Mengepak beberapa barang yang aku butuhkan. Aku menyebut rencana perjalananku sebagai Accidental Trip. Kamera poket, P3K kit, beberapa kaos dan jeans, alat mandi, air minum, coklat batangan merk terkenal, dan buku harianku yang berwarna hijau bergaris hitam. Semuanya harus masuk ke dalam backpack ukuran 60 liter. Setelah semua terpacking, aku memesan tiket bis ke Sumbawa. Perjalanan dimulai. Aku sendiri bersama orang-orang yang tak aku kenal sama sekali.

Leave a comment