Mencoba Memaknai- Bagian 1

Kuliah….

SMA kelas XII, sudah mulai sibuk dengan persiapan UAN. Dan tak lupa, mencari informasi perguruan tinggi yang ingin dimasuki.

Aku mendaftar di 3 universitas. UNY lewat PMDK, UNNES lewat Utul, UGM lewat UM-UGM. Aku sangat ingin kuliah di ISI. Tapi entah mengapa aku tak pernah mengutarakan keinginanku itu atau berniat mendaftarkan diri.

Jalur PMDK UNY menurutku sulit dimasuki, bermodal nilai raport dan prestasi lainnya. Dan ternyata memang akhirnya tidak masuk.

Jalur Utul UNNES adalah pilihanku yang cukup mantap kala itu. Optimis bisa masuk. Dan memang demikian hasilnya.

Jalur UM-UGM bisa dikatakan, aku tak terlalu banyak berharap. Karena niat awal UM-UGM adalah menemani sobatku. Diajak dan mengiyakan untuk ikut. Siapa tahu bisa ”katut”. Dan begitulah akhirnya. Masuk. Sedangkan sobatku tidak. Seperti minum kopi. Pahit, tapi juga nikmat.

Akhirnya harus mengambil keputusan. Mana yang harus kupilih. Dan aku memilih UGM. Pikirku saat itu ”Masuk UGM itu susah, ini adalah kesempatan.”

Perjalanan dan perkuliahan di kampus biru inipun bukannya mudah. Jika ketika SMA kedisiplinan itu sudah dipaku sedemikian rupa, saat kuliah, disiplin itu berasal dari diri sendiri.

Kuliah pukul 7.00 pagi sampai siang. Kemudian disusul praktikum sampai sore. Belum lagi mengerjakan tugas dari dosen dan laporan praktikum yang kala itu masih tulis tangan. Ditambah lagi jauh dari rumah. Fasilitas juga bisa dikatakan tak semudah sekarang. Jika butuh mengetik, ya pergi ke rental. Jika butuh berselancar di internet, ya pergi ke warnet. Yah, kala itu sewa pengetikan dan warnet masih berjaya. Tidak semuram sekarang. Meskipun masih ada, napas keyboardnya tersengal-sengal.

Kuliah memang berbeda dengan SMA. Ketika SMA berharap bisa cepat-cepat kuliah karena katanya kuliah itu menyenangkan.

Dan ketika kuliah kadang terbesit bahwa SMA lebih menyenangkan. Biasanya pikiran ini muncul saat sedang lelah mengerjakan tugas maupun laporan yang nyaris jatuh tempo. Menumpuk kertasnya. Tangan belepotan tinta dan tipe-X.

Tapi, hidup dimanakah kamu sekarang? Yap, di masa sekarang. Tak perlu sedih dan terus mengeluh betapa kuliah itu seperti ini dan masa SMA sebahagia itu.

Aku masih tak cukup menyibukkan diriku dengan bangku-bangku kayu di ruang kuliah yang pengap.

Aku masih merasa kurang hidup, jika hanya menulis menulis menulis mendengar mendengar mendengar tentang materi kuliah. Tak cukup hanya dengan praktikum di laboratorium.

”Alam adalah laboratorium terbesar orang Biologi” 

Begitulah kata seorang dosenku. Maka, aku membutuhkan hal lain. Sebuah tempat belajar selain bangku kuliah dan dosen. Sebuah wadah yang bisa memunculkan jati diri atau sekedar mencari motivasi.

Sebuah tempat dimana aku mendapatkan inspirasi dan motivasi. Belajar menjadi manusia yang memanusiakan manusia. Belajar menjadi seorang manusia yang menjaga dan melestarikan alam. Belajar sudut pandang. Belajar berinteraksi dengan manusia dan hewan dan tumbuhan. Tempatku belajar banyak hal. Tempatku bertemu dengan keluarga dan saudara yang tak sedarah namun berhubungan erat.

Aku berada disana. Melakukan ini-itu disana. Tidak melakukan apa-apa juga iya.

Orangtuaku tak keberatan aku pergi ke gunung, ke hutan, ke gua, ke luar pulau.

Kata bapak, ”Ilmu itu mahal.”

Dan kata bapak juga, ”Kalau mau pergi kemanapun, yang penting memberi kabar.”

Perlu diketahui, bapakku itu sangat ”cul-culan”, aku ijin pergi kemanapun diperbolehkan. Baru-baru ini beliau berkata ”Karena kalau dilarang, justru akan memberontak. Jika di-iyakan, kamu akan tahu dan mau mempertanggungjawabkan pilihanmu itu.”

Dan memang begitulah. Aku harus siap dengan segala resiko yang melekat pada keputusan yang aku ambil.

Juga dengan segala keterlambatan ini, satu-satunya harapan adalah tidak mengecewakan orangtuaku. Karena kebahagiaan mereka adalah kebahagiaanku. Padahal mereka bahagia saat aku bahagia. Jadi, kadang kebahagiaan itu relatif dan tergantung sudut pandang.

Sepertinya Bagian 1 dari pemaknaan ini hanya sebuah pengantar. Entah cukup bermakna atau tidak.

—Aku tak mau kuliah tanpa melakukan hal lain. Jadi, aku memilih untuk mengikuti organisasi. Mungkin aku akan menemukan sesuatu dalam diriku yang belum aku ketahui.—

Leave a comment